Tuesday, October 04, 2016

Tidak Ada New York Hari Ini

Tidak Ada New York Hari Ini

Tidak ada New York hari ini.
Tidak ada New York kemarin.
Aku sendiri dan tidak berada disini.
Semua orang adalah orang lain.

Bahasa ibu adalah kamar tidurku.
Kupeluk tubuh sendiri.
Dan cinta-kau tak ingin aku 
mematikan mata lampu.
Jendela terbuka
dan masa lampau memasukiku sebagi angin.
Meriang. Meriang. Aku meriang.
Kau yang panas di kening. Kau yang dingin di kenang.


Hari ini tidak pernah ada. Kemarin tidak nyata.
Aku sendiri dan tidak menulis puisi ini. Semua
kata tubuh semata.

Puisi adalah museum yang lengang. Masa remaja 
dan negeri jauh. Jatuh dan patah. Foto-foto hitam
putih. Aroma kemeja ayah dan senyum perempuan
yang tidak membiarkanku merindukan senyuman lain.
Tidak ada pengunjung. Tidak ada pengunjung.
Di balik jendela, langit sedang mendung.

*
Tidak ada puisi hari ini. Tidak ada puisi kemarin.
Aku menghapus seluruh kata sebelum sempat
menuliskannya.



Pukul 4 Pagi

Tidak ada yang bisa diajak berbincang. Dari jendela
kau lihat bintang-bintang sudah lama tanggal. Lampu-
lampu kota bagai kalimat selamat tinggal. Kau rasakan 
seseorang di kejauhan menggeliat dalam dirimu. Kau
berdoa: semoga kesedihan memperlakukan matanya 
dengan baik.

Kadang-kadang, kau pikir, lebih mudah mencitai 
semua orang daripada melupakan satu orang. Jika
ada seorang terlanjur menyentuh inti jantungmu,
mereka yang datang kemudian hanya akan 
menemukan kemungkinan-kemungkinan.

Dirimu tidak pernah utuh. Sementara kesunyian 
adalah buah yang menolak dikupas. Jika kau coba
melepas kulitnya, hanya akan kau temukan
kesunyian yang lebih besar.

Pukul 4 pagi. Kau butuh kopi segelas lagi.



Ketika Ada Yang Bertanya Tentang Cinta

Ketika aku bertanya kepadamu tentang cinta, kau
melihat langit membentang lapang. Menyerahkan
diri untuk dinikmati, tapi menolak untuk dimiliki.

Ketika aku bertanya kepadamu tentang cinta, aku
melihat nasib manusia. Terkutuk hidup di bumi
bersana jangkauan lengan mereka yang pendek
dan kemauan mereka yang panjang.

Ketika aku bertanya kepadamu tentang cinta, kau
bayangkan aku seekor burung kecil yang murung.
Bersusah payah terbang mencari tempat sembunyi
dari mata peluru para pemburu.

Ketika kau bertanya padaku tentang cinta, aku 
bayangkan kau satu-satunya pohon yang tersisa.
Kau kesepian dan mematahkan cabang-cabang 
sendiri.

Ketika ada yang bertanya tentang cinta, apakah
sungguh yang dibutuhkan adalah kemewahan
kata-kata atau cukup ketidaksempurnaan
kita?



Puisi oleh
M. AAN MANSYUR

No comments:

Post a Comment